Bismillah, Assalamu'alaikum.. Kali ini saya posting lagi cerpen Anugrah tapi tanpa chapter, langsung dari awal cerita sampai endingnya. Cerpen ini awalnya hanya untuk iseng-iseng karena waktu itu saya sedang jatuh hati pada seseorang yang akhirnya menginspirasi saya untuk membuat cerpen ini. Tapi karena lagi-lagi ada tugas Bahasa Indonesia membuat cerpen, akhirnya cerpen yang tadinya sudah tidak ingin saya selesaikan ini harus selesai dan bahkan harus dibuat menjadi sebuah buku. Untuk yang sudah menyempatkan membaca, saya ucapkan terima kasih dan saya harap berkenan untuk menuliskan kritik atau saran di komentar. Selamat Membaca..
Aku cemas, takut, khawatir. Dia datang, dia
yang selama ini ku harap tak pernah datang. Aku menunggunya, namun aku tak
ingin dia datang saat ini. Dia akan mengangguku, mengganggu otakku, mengganggu
konsetrasiku, membuyarkan duniaku yang tenang dan damai.
Tapi dia telah terlanjur datang, tak mungkin
aku menendangnya keluar, bukankah tak sopan jika kita mengusir orang yang
datang? Tapi ini berbeda, dia bukan tamu biasa. Jika dia datang, dia tak akan
berfikir untuk pergi dalam waktu dekat. Tuhan, bantu aku membuatnya pergi.
Orang yang ku maksud datang berkunjung
bukanlah seorang tamu yang datang ke rumahku, terlalu berlebihan jika seorang
tamu bisa mengganggu ku sebegitu jauh.Tak mungkin.Tamu itu adalah tamu yang tak
ku inginkan. Tamu itu tak mengetuk pintu rumah, tapi ia mengetuk pintu hatiku.
Dan membuatnya terbuka. Lalu ia masuk dan diam di sana dalam waktu yang tak
sebentar. Aku tak tau hingga kapan ia bertahan di sana.
Anugrah. Begitulah orang-orang lazim
memanggilnya. Anugrah, namanya terlalu mencolok, memperlihatkan betapa
orangtuanya menganggap dia Anugrah dari Tuhan. Ku rasa memang tak salah, nama
itu cocok untuknya. Dia bagai anugrah Tuhan yang diturunkan untuk umat manusia.
Pria itu tinggi semampai, saat ia berbicara, seluruh ruangan bergema. Bukan ruangan
kelas, tapi ruang di hatiku. Parasnya tak membuat murung saat melihatnya, tapi
tak juga membuat begitu berbunga-bunga, cukup tampan. Bisa dilihat dari
kacamata yang dikenakannya, ia tipe orang yang sangat menggilai buku. Sering
membaca buku namun tak ada yang menyebutnya kutu buku, karena dia membaca buku
di waktu dan tempat yang tepat, tidak dengan membawa buku kemanapun ia pergi.
Seringkali ku lihat ia membaca sebuah buku tentang dasar ilmu kedokteran di
saat senggang setelah menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tidak hanya
sampai di sana anugrahnya, ia juga pandai berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya, di kalangan guru, ia terkenal sebagai murid yang ramah dan
berprestasi, dikalangan siswa ia juga dikenal pandai membaca situasi dan kondisi,
sehingga berbicara apapun dengannya pasti nyambung. Saking pandainya
berinteraksi, ia membuat banyak gadis yang mengenalnya jatuh hati. Termasuk
aku. Ya! Anugrah telah berhasil mengetuk pintu hatiku dan masuk ke dalamnya. Meski begitu, aku tak tahu, dan aku tak yakin akan berhasil
mengetuk pintu hatinya dan masuk ke sana. Aku merasa itu seperti mengetuk pintu
istana yang begitu megah dan penuh dengan sistem keamanan yang ketat.
"Rista...." Sebuah suara tiba-tiba
menghancurkan lamunanku yang sudah terbang terlalu jauh. Suara itu sangat ku
kenal sepertinya, aku terperanjat saat mendongak dan melihat siapa gerangan
yang mengusik lamunanku. Ternyata ia tak hanya mengusik lamunanku, ia juga
sudah mengusik ketenanganku.
"Kenapa sebegitu kagetnya? Kau melihatku
seperti hantu. Bisakah kau ubah pandanganmu itu? Matamu terlalu membulat
seperti akan meninggalkan tempatnya. Kau sedang melamunkanku?". Dalam hati
aku menjawab "ya" tapi tentu saja itu takkan ku perjelas dengan
lidahku.
"Kenapa aku harus melamunkanmu? Aku
sedang melamunkan......"
"Ah, sudahlah, kenapa harus membicarakan
lamunanmu? Memangnya aku peduli? Kalaupun kau melamunkanku, aku takkan
menyalahkanmu karena aku tahu aku sering dilamunkan banyak wanita, terutama
wanita yang sok jutek sepertimu, Hahahah" Tawanya lepas, aku terperangah. Hampir
saja aku terkena tebaran pesonanya. Untung aku mengingat kata-kata yang keluar
dari mulutnya sebelum tawanya memecah keheningan ruangan, ruang dihatiku
tentunya. Huuhh, dasar pria ini, menyebalkan. Aku tak habis fikir, dulu saat
awal menjadi teman seruangan di sini, aku sangat membencinya. Dia terlihat sok
akrab dan gampang sekali berbaur dengan yang lain, siapapun yang berguyon
dengannya, pasti terselip tawa, dan tawanya begitu bergema, suaranya terlalu
berisik untukku. Dan entah sejak kapan dia yang dulu adalah makhluk
ter-menyebalkan bagiku menjadi makhluk yang sangat ku harapkan menjadi jodohku
kelak. Harapan yang konyol, tapi menurutku itu lumrah dikalangan remaja
seusiaku. Karena usiaku adalah usia remaja labil, 16 tahun.
"Hey, kenapa malah melanjutkan lamunan?
Aku di sini, di depan matamu, tak perlu kau lamunkan" kedua kalinya ia
membuatku melamun lalu membuyarkannya.
"Ah dasar" gerutu ku.Aku diam
sejenak.Ku lihat sekitarku, tak begitu banyak orang di sini, banyak siswa yang
sedang pergi mengisi perutnya ke kantin. Aku berfikir berulang kali untuk
melakukan apa yang ada di otakku. Hal gila, hal bodoh. Tapi aku tak bisa
mengendalikannya, dan mungkin aku takkan memiliki kesempatan lagi. Tanpa banyak
memperhitungkan kelogisan, aku memulai hal itu.
"Anugrah, aku ingin bicara sesuatu, ini
bukan lelucon" ucapku membuka mulut.
"Bicara soal apa? Aku akan
mendengarkan" balasnya.
"Aku tau ini tak wajar, aku tau aku
bodoh mengatakan ini, tapi aku hanya ingin kau tahu. Aku menganggapmu lebih
dari sekedar seorang teman. Aku selalu berharap bisa mengenalmu lebih dekat,
tapi ku rasa kau tak menginginkannya. Aku minta maaf sudah berkata begini, aku
tau kau tak mungkin peduli apalagi memiliki perasaan yang sama untukku. Tapi
aku tak peduli itu. Aku hanya ingin menyampaikan apa yang hatiku katakan. Maaf
jika topik pembicaraanku ini mengganggumu"
Ku
tatap mimpi dan harapanku itu lekat-lekat, aku memang sangat berharap padanya,
tapi aku tau itu tak mungkin, banyak gadis lain yang lebih baik dariku. Lebih
tinggi, lebih cantik, lebih pintar, dan lebih menarik untuknya. Aku bertekad
untuk tak berharap banyak padanya.
"Aku tahu. Aku tahu kau ingin mengenalku
lebih dekat. Sebenarnya kau tak perlu mengenalku lebih. Kau akan membenciku
jika kau lebih mengenalku. Aku tak se-'perfect' yang kau kira. Aku merasa aku
masih harus lebih banyak belajar dan berusaha untuk menjadi pria-mu"
Aku terhening. Tak tahu apa yang harus
kuucap, dan tak mengerti apa maksudnya. Apakah dia tak menyukaiku? Atau dia juga
menyukaiku? Jika tidak, mengapa ia merasa harus lebih banyak belajar untuk
menjadi pria-ku. 'Pria-ku'???
►
Sejak hari itu, aku terus bertanya-tanya, apa
maksud perkataan Anugrah. Aku tak mengerti, dan ia tak menjelaskan padaku.
Pertanyaan yang menghujam otak ku terasa semakin memberat. Anugrah tak
memberikan kepastian padaku. Ia tak berkata ia juga ingin mengenalku lebih
dekat dan ingin memiliki hubungan lebih dari sekedar teman. Namun ia juga tak
berkata tak ingin aku berharap padanya. Jadi apa maksudnya? Dia menyukaiku atau
tidak? Atau dia ingin mempermainkan perasaanku? Ia hanya bersikap seperti
sebelumnya padaku. Tak menjauh dan tak juga mendekat. Tapi hatiku mengatakan
ada pembatas, entah apa itu. Namun itu bagaikan tembok yang tinggi menjulang
dan kokoh dan di baliknya ada lautan yang membentang luas. Hatiku terasa
semakin jauh dari hatinya. Apakah begitu? Jika ya, mengapa ia tak terus terang
dan mengatakan ia tak akan berfikir untuk bersamaku. Tapi jika pembatas itu tak
ada, dan jika ia memiliki perasaan padaku, mengapa ia tak jujur? Apa ia gengsi?
Aku terlalu buruk untuknya dan dia terlalu baik untukku, begitukah? Aku tak
tahu, aku benar-benar tak tahu. Aku terlalu berharap saat mendengar ia merasa
perlu banyak berusaha untuk menjadi pria-ku.
"Anugrah.." sapaku pada pria yang
membuat segudang pertanyaan dibenakku tak terjawab. Ia melirik ke arah suaraku.
Ia lalu menghampiriku. Saat ia melangkah ke arahku, aku kira jantungku bekerja
lebih keras.
"Ada apa?" Dia kini tepat di
depanku.
"Aku ingin membahas lagi pembicaraan
kita di waktu yang lalu. Tapi tak sekarang. Mungkin sepulang sekolah saat
sekolah sudah sepi"
"Apa lagi yang ingin kau bahas? Bukankah
aku sudah memberi jawabanku? Ku rasa kita tak perlu membahasnya lagi." Jawabnya
jelas. Suaranya terdengar berat, tegas, dan tajam serta cukup menusuk dadaku.
Padahal hanya jawaban singkat.
"Tapi aku tak mengerti maksud
perkataanmu, kau tak mengatakannya dengan jelas. Aku hanya ingin mengerti
maksud perkataanmu" ucapku pantang menyerah.
"Aku rasa sudah jelas. Aku tak bisa
menjalin hubungan denganmu lebih dari teman. Kau tahu aku tak pantas untukmu. Tapi
aku juga tak ingin kau benci padaku. Cukup menjadi teman biasa. Kembali seperti
saat sebelum kau memiliki perasaan itu padaku. Aku sangat menyesal, maaf aku
tak bisa memberi jawaban yang kau inginkan. Ku harap kau tak membenciku. Karena
aku masih ingin mengenalmu. Dan kau bisa meminta pertolonganku kapan saja saat
kau membutuhkanku"
►
Perlahan aku berusaha melihat cahaya di luar.
Indra penciumku menghirup udara yang dulu tak asing bagiku. Udara yang ku benci, suasana yang tak ku sukai.
Aku mencoba bangkit perlahan hingga ku sadari
ada seseorang yang duduk di samping aku terbaring.
"Anugrah? Aku dimana? Kenapa aku
disini?"Aku bertanya.
"Ini di UKS. Kau tiba-tiba jatuh saat
kita sedang berbicara tadi. Maafkan aku, mungkin perkataanku keterlaluan."
Nada bicaranya rendah. Dia seperti merasa bersalah. Aku mengerutkan dahiku yang
tak terlalu lebar.
"Untunglah hanya UKS, ku kira kau membawaku
ke rumah sakit. Aku tak apa-apa Anugrah,
kau tak perlu meminta maaf.Tapi tunggu, bisa kau jelaskan? Sebelum kau
membawaku ke sini, kita sedang membicarakan apa?"
Anugrah terdiam.Ia ragu untuk jujur. Lalu ia
mengganti topik.
"Bukan apa-apa, tidak terlalu penting. Ngomong-ngomong,
kau terlihat sehat-sehat saja, mengapa kau bisa pingsan? Saat kau pingsan aku
berusaha memberikan pertolongan pertama, kau tahu kan aku ini calon
dokter?" Seuntai senyum terlukis dibibirnya." Tapi aku tak bisa
menemukan penyebab mengapa kau pingsan. Kau tak seperti orang yang kekurangan
nutrisi ataupun berpenyakit akut. Saat ku periksa tubuhmu normal. Seperti orang
yang tertidur. Jadi aku menyerah dan meminta bantuan petugas kesehatan, tapi
mereka juga tak tahu harus memberimu obat apa. Mereka hanya meninggalkanmu
vitamin ini" Anugrah menyodorkan 2 buah kapsul vitamin dan segelas air
padaku. Aku menyambutnya dengan senyum. Malu, senang, bahagia. Aku benar-benar
merasa tak sakit sama sekali. Jiwaku dibawanya melayang, Tuhan, aku rela di
bawa ke tempat dengan suasana dan mengerikan ini berkali-kali asalkan
bersamanya.
"Terima kasih, aku tak menyangka kau
akan mau menungguku di sini. Apa tidak apa-apa kau meninggalkan pelajaran
Biologi dan Matematika? Itu kan pelajaran yang sangat kau gilai. Dan sangat
membuatku pusing dan tak mengerti. Aku lelah membaca angka, rumus dan bahasa
aneh yang tak ku mengerti itu."
"Hahaha, kau ini. Tak ku sangka kau
begitu benci pada subjek yang ku sukai. Tapi kau beruntung bisa begitu menyukai
Bahasa Inggris yang menurutku sangat membingungkan. Terlalu banyak aturan. Pengucapannya
ribet. Aku lebih cinta bahasa negeriku. Bahasa Indonesia. Hahaha" Dia
tertawa lepas (lagi). Aku serasa sedang berada di langit. Tak ingin turun. Jantungku
berpacu dengan cepat. Dia benar-benar pria yang sangaaat sangaaatt ku kagumi,
ku sukai, dan bahkan sepertinya sekarang aku mulai menyayanginya. Ingin sekali
aku merengkuh tubuhnya. Tapi bejatnya diriku jika melakukannya. Dia pasti akan
membenciku.
"Jadi, apa kau tahu penyebab kau pingsan
seperti tadi? Atau kau hanya tertidur? Tapi tak mungkin kan kau tidur dengan
tiba-tiba seperti tadi? Kalau kau tak tahu atau tak mau menjelaskan, aku akan
kembali ke kelas. Biologi masih 1 jam pelajaran lagi." Ungkapnya sembari
hendak beranjak dari duduknya.
"Jangan. Ku mohon temani aku di sini.
Aku akan menjelaskannya. Tapi kau mungkin akan ketinggalan pelajaran terakhir.
Ceritanya begitu panjang dan mungkin kau yang hanya calon dokter biasa akan
sulit mengerti, hahah. Tak banyak yang tahu tentang hal ini. Karena orang bodoh
sepertiku tak pandai bergaul sepertimu. Aku memberitahumu karena aku sangat
menyukaimu. Ku harap kau membuka hatimu untukku." Akhirnya aku harus
membuka mulut. Aku rasa aku tak perlu menyembunyikan apapun darinya. Aku merasa
aku akan jujur tentang semua hal padanya.
"Kalau masalah hati, aku tak bisa
berjanji padamu. Karena aku tak ingin memaksakannya. Biar waktu yang menjawab.
Baiklah, aku akan mendengarkan semuanya dengan senang hati. Aku senang jika kau
mau terbuka denganku. Dan mungkin bila nanti saatnya tiba, aku juga akan
terbuka padamu. Aku juga akan memberitahumu tentangku. Tapi maaf, untuk saat
ini aku masih belum bisa." Ia menjawab dengan nada yang sangat ku suka.
Dia mau mengerti. Aku bahagia dan bersyukur menyukai dan mengagumi orang
sepertinya. Aku yakin akan menjadi miliknya suatu saat nanti. Aku akan
berusaha. Dengan semangat 45, aku memulai ceritaku yang sebenarnya membuatku
tak nyaman untuk berbagi dengan orang lain. Tapi dia Anugrah. Aku akan
menceritakan apapun padanya jika ia mau mendengar. Aku ingin dia mengenalku
lebih jauh meskipun ia tak ingin.
Narkolepsi. Mungkin penyakit yang tak terlalu
lazim di dengar.Narkolepsi adalah penyakit gangguan saraf yang menyebabkan
penderitanya mengalami insomnia di malam hari dan tidur di waktu secara acak. Tidur
secara tiba-tiba dimanapun dan kapanpun. Setidaknya itulah yang dokter katakan
padaku. Untuk orang yang kurang pengetahuan sepertiku tentu saja itu membuatku
bingung. Menurutnya, narkolepsi yang aku alami terjadi karena aku terlalu
memikirkan setiap masalah, besar maupun kecil. Sehingga saat malam hari aku tak
bisa tidur dan sangat mengantuk di siang hari. Banyak yang tak ingin berteman
denganku karena mereka merasa akan repot jika tiba-tiba aku tertidur saat sedang
asyik berbincang.
Aku ceritakan itu semua pada Anugrah. Anugrah
hanya manggut-manggut mendengar pemaparanku. Ia terlihat agak tertarik dengan
istilah medis 'narkolepsi' yang ku sebutkan. Aku yakin ia pernah mendengar
istilah itu. Ceritaku selesai. Aku terdiam lalu ku pandang wajah Anugrah
lekat-lekat. Ia tak terlihat akan memberikan tanggapan pada ceritaku. Diam.
Sunyi. Aku menghela napas. Ku buka kembali suaraku.
"Apa kau tak ingin menyampaikan sesuatu?
Kau tak simpati padaku? Tak tertarik untuk menyembuhkanku? Aku yakin jika kau
sedikit berniat dan sedikit berusaha kau akan menemukan cara yang tepat untuk
membuatku sembuh. Karna seperti yang kau tahu narkolepsi tak ada pengobatan
khusus secara medisnya. Ah, tapi aku rasa aku akan merepotkanmu jika kau membantuku."
“Maafkan aku, sebenarnya aku ingin
membantumu, tapi sepertinya tak bisa. Aku tak begitu mendalami tentang
penyakitmu itu. Aku mendalami kedokteran tentang pembedahan jantung.”Jawabnya
dengan raut sedikit menyesal tapi ku rasa penyesalan itu tak tulus.
Pantas
saja kau sanggup membuat jantungku bekerja lebih dari biasanya saat melihatmu
dari jauh, apalagi dari dekat. Ujarku dalam hati.
►
Hari
demi hari kian berlalu. Bulan pun berganti. Kini sudah memasuki akhir semester
dan sebentar lagi Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional akan dibagikan. Jangan
kau Tanya apa yang terjadi antara aku dan Anugrah. Jangan kau Tanya bagaimana
hubungan kami saat ini. Karena dia yang ku fikir akan dengan senang hati ingin
memberikan terapi atau sedikit tips tentang penyakitku tak sedikitpun peduli
saat aku meminta saran padanya. Sejak aku bercerita tentang mengapa aku sering
tidur dengan waktu yang acak ia justru seperti menjauhi ku. Mungkin ia fikir penyakitku ini menular?
Atau mungkin ia fikir aku makhluk aneh dan ia tak ingin direpotkan dengan harus
selalu menjaga ku agar tak terjadi hal-hal tak wajar saat aku tertidur dengan
tiba-tiba. Tapi aku selalu heran mengapa setiap aku tertidur pada jam sekolah
seperti ada seseorang yang menjagaku, karena tiap kali aku terbangun, posisiku
pasti sedang tertidur di ruang kesehatan. Siapa yang selalu membawaku ke sana?
Anugrah? Ku rasa tak mungkin. Jangankan untuk membawaku ke ruang kesehatan,
berbicara denganku pun ia enggan. Entah apa yang salah dengan otaknya sehingga
berubah menjadi orang yang seperti batu salju. Keras dan dingin. Aku lelah
selalu diabaikan olehnya. Dulu ia satu-satunya yang bisa ku ajak berbicara. Ia
pernah berjanji tak akan meninggalkanku. Ia berjanji akan berusaha menerimaku.
Ia berjanji suatu saat akan menceritakan kisah tentangnya padaku. Janji manusia
memang bukanlah sebuah jaminan. Akhirnya hubungan kami berakhir dengan perang
dingin dan tak lagi saling sapa. Aku pun merasa bodoh untuk menyapanya terlebih
dahulu.
►
Tahun ajaran baru dimulai.Tahun ini aku tak
lagi seruangan dengan Anugrah. Aku memutuskan untuk pindah ke negeri sakura. Negeri
dimana ayahku tinggal. Mungkin orang-orang di negeri yang berbeda ini akan
berbeda pula perilakunya padaku. Ku harap aku bisa lulus sekolah tingkat
menengah atas di negeri ini dengan mengukir berbagai kenangan yang lebih baik.
Ternyata rencanaku tak berjalan
sesuai dengan yang ku inginkan. Semuanya sama saja. Tak ada yang berubah. Aku
terlalu takut untuk mengenal orang-orang. Tak berani untuk mempercayai mereka
seperti percaya pada diriku sendiri.
Setelah lulus SMA, aku memutuskan
untuk kembali ke negeri kelahiranku. Karena tak ada gunanya juga aku tetap di
negeri sakura dengan ayahku. Aku merasa membebani ayah karena justru penyakitku
lebih sering kambuh. Mungkin akan lebih baik jika aku bertemu lagi dengan
Anugrah.
►
“Hai, kau Rista kan? Aahh aku
benar-benar merindukanmu.. Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi” Suara yang
sebenarnya tak terlalu asing di telingaku dan terdengar seperti sebuah suara
berat yang sering membuat bising di telingaku namun kini sangat ku rindukan itu
menyadarkanku dari lamunan. Lalu tiba-tiba sebuah rengkuhan menggapai tubuhku.
Aku yang sedari tadi sedang membaca di perpustakaan kampus langsung terperanjat
dan menjauhkan rengkuhan itu. Siapa orang
bejat yang berani-beraninya merengkuh tubuhku?! Namun setelah orang itu
menjauhkan dirinya dariku dan ku perhatikan dengan seksama, aku sadar bahwa
orang itu benar-benar ku rindukan, dan sesaat kemudian aku berbalik
merengkuhnya.
“Kemana saja kau selama ini? Aku
benar-benar merindukanmu. Mengapa kau tak menepati janjimu? Mengapa kau
menjauhi ku? Apa salah yang ku perbuat? Kau benar-benar membuat luka yang
membekas di hatiku. Aku berusaha sekeras mungkin untuk mengusirmu dari hatiku
tapi semuanya sia-sia. Semakin aku ingin mengusirmu, semakin kau mengisi hatiku
lebih dalam.” Ocehku panjang lebar dengan kata-kata yang bahkan tak seharusnya
ku ocehkan.
“Maafkan aku Rista, aku benar-benar
menyesal. Kau tak salah apapun, aku yang bodoh baru menyadari bahwa aku juga
bisa merindukanmu saat kau tak lagi bisa ku lihat. Seharusnya aku yang bertanya
kemana kau pergi? Tak meninggalkan pesan sama sekali. Aku hampir putus asa tak
bisa menemukanmu, tak bisa menghubungimu.” Dia menjawab dengan nada yang lagi-lagi
sangat ku suka. Setahun terakhir aku merasa hampa tanpa dirinya. Tapi kini ia
kembali ku lihat dan ia kembali masuk ke relung hatiku. Dan jika pendengaranku
cukup baik, maka sepertinya aku juga berhasil masuk ke relung hatinya.
“Kau merindukanku? Ku kira kau akan
bahagia jika tak melihatku lagi di dunia ini. Karena sesaat sebelum aku pindah
aku sering melihat pemadangan horor. Bukan karena berhantu, tapi karena
menyayat hatiku. Kau sering terlihat dengan Sinta, anak dari kelas tetangga”
ujarku.
“Mana mungkin aku bisa bahagia tanpa
melihatmu. Aku terlambat menyadarinya, Rista. Maafkan aku. Tapi aku mohon
tetaplah di sisiku, izinkan aku menjagamu seperti saat SMA dulu. Izinkan aku
menjadi penghuni hatimu, bukan hanya tamu di hatimu.” Dia menjawab seraya
menyodorkan sebuah kotak kecil.
“Apa maksudmu kau ingin menjagaku
seperti saat SMA dulu? Kapan kau pernah menjagaku? Dan… apa ini?” Tanyaku
heran.
Anugrah menjelaskan bahwa ternyata
dia-lah yang sewaktu SMA selalu membawaku ke ruang kesehatan saat aku tertidur
tiba-tiba. Dia yang ku kira mengabaikanku ternyata adalah satu-satunya yang
sangat peduli. Anugrah membuka kotak kecil yang ia sodorkan padaku. Menyematkan
sebuah kalung dengan mata berbentuk hati yang terukirkan sebuah tulisan “A&R”.
“Ini adalah tanda bahwa kau milikku
mulai saat ini. Jangan pernah lagi kau pergi tanpa izin dariku. Aku berjanji
setelah lulus dari perguruan tinggi dan bisa menggunakan jas putih dengan
stetoskop mengalung di leherku serta mampu menjadi perantara Tuhan untuk
menyembuhkan jantung orang-orang, aku akan menyematkan sebuah cincin di jari
manismu dan menjadikanmu sebagai wanitaku yang sah di mata Tuhan dan Negara.”
Aku hanya bisa tersenyum. Tak tahu lagi apa yang harus ku ucapkan padanya.
Anugrah lalu membalas senyumanku dan menggapaiku dalam dekapannya.
~~~~TAMAT~~~~
~~~~TAMAT~~~~

No comments:
Post a Comment