Saturday, September 13, 2014

Tekad Mei (Cerpen)

Assalamu'alaikum... ^-^ Kali ini saya mau posting cerpen buatan saya lagi. Cerpen ini saya buat waktu dikasi tugas Seni Budaya. Disuruh membuat cerpen tentang Sosial, tapi ada beberapa bagian yang saya tambahkan dan edit lagi dari tugas saya waktu itu. Dan lagi-lagi tokohnya adalah Mei. Mungkin konfliknya sudah umum, karena berkaitan dengan sosial dan waktu untuk membuatnya terbatas, jadi hanya bisa bikin cerpen yang seperti ini.Selamat membaca, semoga suka.



Tekad Mei


                Mei menghela napas panjang, ia lalu menyeka keringat yang membanjiri dahinya. Lelah, itulah yang ia rasakan. Namun ini sudah menjadi kegiatan rutin Mei, berada di depan penggorengan sejak pukul 3 dini hari. Mempersiapkan makanan untuk didagangkan. Ia bukan seorang penjual makanan di pasar, tetapi ia hanya seorang pelajar SMA yang juga berjualan di kantin saat jam istirahat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
                Matahari semakin naik dan mulai memancarkan cahayanya. Hari sudah menunjukkan pukul 06.15. Mei sudah selesai dengan tugasnya di rumah, membangunkan adiknya yang masih berada di sekolah tingkat dasar dan mempersiapkan makanan untuk bekal makan siang adiknya dan tentu untuk dirinya sendiri. Kini saatnya Mei untuk berangkat ke sekolah dengan membawa sebuah kotak plastik berukuran cukup besar berisi makanan yang akan dijajakannya di kantin sekolah nanti.
                Sebenarnya, Mei adalah murid yang cukup berprestasi di sekolahnya. Belum pernah ia mendapat nilai ulangan di bawah angka 80. Ia bahkan sering menang dalam olimpiade tingkat provinsi. Meskipun bisa dibilang Mei cukup berprestasi, namun tetap saja ia kesulitan membayar uang sekolahnya. Karena untuk mendapatkan beasiswa dari sekolah, dibutuhkan keterangan dari orang tua siswa dan juga surat keterangan tidak mampu. Mei tidak mungkin bisa memenuhi syarat-syarat itu. Karena kedua orang tuanya sudah tidak tinggal serumah lagi dengannya. Hal itu terjadi sejak 3 tahun lalu, saat orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Mereka sudah tak bisa lagi sejalan dalam berfikir, terlalu sulit menyatukan pendapat dalam keadaan ekonomi yang kritis. Dan akibat insiden itu, kini Mei dan adik semata wayangnya itu tinggal berdua di rumah kecil milik pamannya. Meski sudah memberikan tempat tinggal, pamannya tak pernah datang mengunjunginya untuk sekedar bertanya kabar. Mei tak tahu kemana hilangnya keluarga dari kedua belah pihak orang tuanya. Tak ada satupun dari mereka peduli pada Mei dan adiknya. Terkadang Mei berharap suatu saat ayah dan ibunya datang mengunjunginya. Tapi Mei tahu itu mustahil.
                Meskipun hidup dalam kekurangan, Mei selalu bersyukur masih bisa menuntut ilmu dengan baik. Ia juga merasa beruntung memiliki keunggulan dalam nilai sekolahnya. Meskipun miskin harta, setidaknya bisa kaya ilmu. Begitulah fikir Mei. Mei juga merasa beruntung memiliki seorang adik yang selalu menemaninya di rumah. Meskipun bisa dibilang itu juga menambah beban Mei untuk mencari uang untuk biaya sekolah dan makan sehari-hari untuk dirinya dan adiknya. Tapi Mei bertekad akan berusaha keras untuk menjadi orang sukses dan mendapat pendidikan yang tinggi serta bisa menyekolahkan adiknya hingga tingkat perguruan tinggi pula. Mei tahu dengan tekadnya itu berarti ia tak boleh menyerah dengan keadaan, ia harus terus mencari penghasilan agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Mei  tak akan menyerah, tekadnya tak akan kalah dengan keadaan. Ia ingin suatu hari nanti kedua orang tuanya datang menemuinya dan merasa bangga padanya. Meski Mei tahu itu akan sulit.

TAMAT

Bagaimana? Tolong kasi kritik dan tanggapannya ya. Terima kasih sudah membaca.